Minggu, 21 April 2013

Bag 1. Motivasi Diri Dengan Kaweruh Jendra Hayuningrat


"Siapapun bisa marah. Marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yg baik, bukanlah hal mudah." -- Aristoteles, The Nicomachean Ethics.


Mampu menguasai emosi adalah salah satu ajaran Kaweruh Jendra Hayuningrat, akan tetapi siswa Jendra sering-kali menganggap remeh pada masalah ini. Padahal, kecerdasan otak saja tidak cukup menghantarkan seseorang mencapai kesuksesan, baik secara duniawi maupun spiritual. Justru, pengendalian emosi yang baik menjadi faktor penting penentu kesuksesan hidup seorang siswa Kaweruh Jendra Hayuningrat. Kecerdasan emosi adalah sebuah gambaran mental dari seorang siswa Kaweruh Jendra Hayuningrat yang cerdas dalam menganalisa, merencanakan dan menyelesaikan masalah, mulai dari yang ringan hingga kompleks. Dengan kecerdasan ini, seorang siswa Kaweruh Jendra Hayuningrat bisa memahami, mengenal, dan memilih kualitas mereka sebagai abdi dalem Keraton Ngayugyokarto kang kaping pindo, sebagai konsultan spiritual, pelayan masyarakat, penyembuh, pendo’a maupun pengajar kaweruh ( Pinisepuh ).

Seorang siswa Kaweruh Jendra yang memiliki kecerdasan emosi bisa memahami orang lain dengan baik dan membuat keputusan dengan bijak. Lebih dari itu, kecerdasan ini terkait erat dengan bagaimana seseorang dapat mengaplikasikan apa yang ia pelajari tentang kebahagiaan, mencintai dan berinteraksi dengan sesamanya. Ia pun tahu tujuan hidupnya, dan akan bertanggung jawab dalam segala hal yang terjadi dalam hidupnya sebagai bukti tingginya kecerdasan emosi yang dimilikinya. Kecerdasan emosi lebih terfokus pada pencapaian kesuksesan hidup yang *tidak tampak*. Kesuksesan bisa tercapai ketika seorang siswa Kaweruh Jendra bisa membuat kesepakatan dengan melibatkan emosi, perasaan dan interaksi dengan sesamanya.

Terbukti, pencapaian kesuksesan secara materi tidak menjamin kepuasan hati seseorang. Di tahun 1990, Kecerdasan Emosi (yang juga dikenal dengan sebutan "EQ"), dikenalkan melalui pasar dunia. Dinyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengatasi dan menggunakan emosi secara tepat dalam setiap bentuk iteraksi lebih dibutuhkan daripada kecerdasan otak (IQ) seseorang. Sekarang, mari kita lihat, bagaimana emosi bisa mengubah segala keterbatasan menjadi hal yang luar biasa.

Seorang miliuner kaya di Amerika Serikat, Donald Trump, adalah contoh bagus dalam hal ini. Di tahun 1980 hingga 1990, Trump dikenal sebagai pengusaha real estate yang cukup sukses, dengan kekayaan pribadi yang diperkirakan sebesar satu miliar US dollar. Dua buku berhasil ditulis pada puncak karirnya, yaitu "The Art of The Deal dan Surviving at the Top". Namun jalan yang dilalui Trump tidak selalu mulus......teman-teman Jendro apa masih ingat?, resesi dan depresi yang melanda dunia di akhir tahun 1990? Pada saat itu harga saham properti pun ikut anjlok dengan drastis. Hingga dalam waktu semalam, kehidupan Trump menjadi sangat berkebalikan. Trump yang sangat tergantung pada bisnis propertinya ini harus menanggung hutang sebesar 900 juta US Dollar! Bahkan Bank Dunia sudah memprediksi kebangkrutannya. Beberapa temannya yang mengalami nasib serupa berpikir bahwa inilah akhir kehidupan mereka, hingga ada yang benar-benar mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. ( bersambung )

Tidak ada komentar: