Selasa, 02 April 2013

Perayaan 1 Suro Kaweruh Jendra Hayuningrat bag 4

Kirab Pusaka
Karaton Surakarta dan Puro Mangkunagaran melakukan Kirab Pusaka pada malam 1 Suro.

Puro Mangkunagaran
Kirab dimulai pada jam 07.00 – tujuh malam pada setiap 1 Suro. (Seperti diketahui kalender Jawa mengikuti sistim rembulan, oleh karena itu hari dan tanggal baru dimulai pukul 6.00 sore ).
Pada pelaksanaan kirab, beberapa pusaka andalan milik Puro Mangkunagaran dibawa kirab oleh para abdidalem, dikawal oleh beberapa petinggi Puro , anggota trah dan diikuti banyak pengikut.
Pusaka-pusaka yang dikirab antara lain Kanjeng Kyai Tambur, Kanjeng Kyai Poh Jenggi dan pusaka-pusaka lain yang langsung ditunjuk oleh Sri Mangkoenagoro IX. Rute kirab adalah berjalan kaki mengelilingi tembok Puro sebelah luar. Setelah selesai kirab, pusaka-pusaka tersebut ditempatkan kembali dengan khidmad ditempatnya semula.
Pada tengah malam, Puro Mangkoenagaran mengadakan ritual samadi di nDalem Ageng didepan Krobongan- tempat terpenting rumah tradisional Jawa. Didepan kamar itu terdapat dua buah patung kayu Loro Blonyo yang merupakan symbol kemakmuran. Selama satu jam listrik dikomplek Puro dipadamkan selama ritual Suran dan samadi yang dipusatkan di nDalem Ageng, yang di ikuti oleh para petinggi Puro, keluarga/trah dan para abdidalem. Mereka semua duduk bersila dengan hening dan khusuk melakukan samadi. Selain nDalem Ageng. Pringgitan dan Pendapa juga dipakai untuk upacara ritual.

Pusaka Mangkunagaran di Wonogiri

Puro Mangkunagaran mempunyai beberapa pusaka yang ditaruh di desa Nglaroh, Wonogiri. Ini memenuhi janji dari Sri Mangkoenagoro VII untuk mengingat jasa-jasa rakyat  desa Nglaroh dalam membantu perjuangan Pangeran Sambernyowo yang kemudian menjadi Sri Mangkoenagoro I.
Pusaka-pusaka tersebut Kanjeng Kyai Togog, Kanjeng Kyai Baladewa, Kanjeng Kyai Karawelang ditempatkan didalam sebuah monumen yang bentuknya seperti candi yang tingginya 7 ( tujuh) meter. Seluruh batu yang digunakan  untuk monumen itu berasal dari Gunung Lawu.
Dipuncak bangunan tersebut ada sebuah pintu, untuk membukanya  harus dilakukan oleh 8 ( delapan) orang penduduk asli Selogiri.
Setiap tahun pusaka-pusaka tersebut dimandikan di pendapa Selogiri. Sesudah selamatan pusaka-pusaka tersebut dikutugi – diasapi dengan asap kemenyan, lalu dikembalikan lagi ditempatnya di monumen.
Pada saat jamasan- pemandian pusaka, banyak pusaka milik warga setempat yang ikut pula dijamasi supaya pusaka-pusaka secara fisik bersih, terpelihara dan daya supranatural pusaka tetap kuat.

Karaton Surakarta
Kirab Pusaka Karaton Surakarta dimulai tepat tengah malam 1 Suro. Sepanjang jalan yang dilalui kirab penuh dijejali oleh ribuan pengunjung untuk ngalap berkah. Rute kirab dimulai dari Karaton menuju Alun-alun Utara, lalu ke Gladag, Pasar Kliwon, Gading, Nonongan, Alun-alun Utara dan masuk kembali ke Karaton.

Iringan kirab didahului oleh cucuk lampah- barisan terdepan yang unik, yaitu rombongan Kebo Bule – kerbau putih Kyai Slamet yang dipercaya sebagai symbol keselamatan.

Pusaka = pusaka yang dikirabkan a.l. : Kanjeng Kyai Baru, Kanjeng Kyai Kebo Mas, Kanjeng Kyai Brekat, Kanjeng Kyai Batok, Kanjeng Kyai Kertaraharja, Kanjeng Kyai Jompong dan pusaka-pusaka lain yang ditunjuk langsung oleh Sri Pakubuwono XII.
Selama kirab berlangsung, beberapa abdidalem melakukan meditasi di Paningrat dan sebagian yang lain berdoa di Masjid Pudyasana. Acara doa dan semadi berakhir kira-kira jam 3.30 pagi saat rombongan kirab telah masuk kembali di Karaton.
Jadi dikota Solo, pada malam 1 Suro, warga menyaksikan dua kirab pusaka yaitu dari Mangkunagaran dan Kasunanan. Pada malam itu suasana ramai sekali . Seandainya malam itu hujan, hal itu tidak menghalangi kawula untuk menyaksikan kirab pusaka. . Beberapa orang dengan khusuk menghormat pusaka yang lewat didepan mereka dengan sembah. Itu sudah merupakan tradisi yang berjalan sejak lama.



Tidak ada komentar: