Minggu, 24 Februari 2013

Pulau Jawa sebagian tanahnya tercipta dari "tanah sorga"


Tanah cantik jelita, beriklim tropis nyaman, terkenal dengan pemandangan indah yang mentakjubkan berupa petak-petak sawah berundak yang subur, diantara gunung-gunung berapi menjulang tinggi menggapai langit biru dan hamparan tanaman padi didataran rendah sampai ketepi-tepi pesisir yang diteduhi pohon-pohon kelapa melambai dibuai angin semilir. Tanah yang subur menunjang tumbuhnya palawija/tanaman-tanaman pangan yang lainnya seperti : jagung, ubi, berbagai jenis sayur-mayur, kacang dan juga tanaman perkebunan  seperti : tebu, jati, teh, coklat, kopi, karet, dll. Berbagai tanaman hias dan bunga-bunga menghiasi berbagai tempat, indah berwarna-warni dan beberapa diantaranya harum semerbak. Semua itu  menjadikan tanah Jawa dikenal oleh berbagai bangsa-bangsa lain. Orang-orang Eropa pada waktu dulu sering menggambarkan suburnya tanah Jawa dengan canda ria , mengatakan : “Hati-hati, jangan terlalu lama menaruh tongkat kayu (bah. Jawa “teken”) ditanah, nanti berubah menjadi pohon”. Orang-orang Arab sejak dulu juga mengagumi pulau Jawa yang hijau sepanjang tahun dan airnya jernih melimpah ruah, tanahnya subur, banyak makanan dan udaranya nyaman , dengan ucapan :” Al Jazeera Jawa, Kit atun minal jana” – “Pulau Jawa adalah sepotong tanah surga”.


  Ini sekedar informasi bagi teman-teman lain yang tinggal di luar benua Asia : Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia , Asia Tenggara , antara benua Asia dan Australia, tepat disebelah barat pulau Bali, sedikit diselatan garis katulistiwa. Membujur dari timur kebarat sepanjang 600 mil dengan lebar antara 60 sampai dengan 120 mil, luasnya sekitar 51.000 mil persegi.
Penduduk sangat padat , lebih dari 100 juta orang menghuni Jawa, artinya lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa. Luas Indonesia sekitar 735.000 mil persegi (1.904.000 km2) dengan ibukotanya Jakarta.


Manusia Jawa

Pada jaman dulu, yang disebut manusia Jawa adalah semua orang yang tinggal di pulau Jawa. Namun dalam perkembangannya menimbulkan grup-grup etnis – linguistik : Jawa Barat ditinggali orang-orang Sunda, sedangkan orang Jawa tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur.. Lalu timbul lagi etnis Betawi di Jakarta, Baduy di Banten, Tengger disekitar Bromo , Osing di Banyuwangi, Madura di Jawa Timur sisi Utara Jawa Timur.
Dalam pergaulan sehari-hari lebih spesifik menyebut daerah kota asalnya , jadilah orang Jogya, orang Solo, Banyumas, Tegal, Semarang, Madiun, Malang, Surabaya, dll.

Ini juga kebiasaan dibelahan lain dunia. Ada Londoner-orang London, New Yorker-orang New York, Parisien-orang Paris, Moskwic-orang Moskwa. Di tanah Jawa sejak dulu juga tinggal warganegara Indonesia keturunan Tionghwa, Arab, India, Eropa, dll.


The Java Man ( bukan Java screp)

Pada jaman yang disebut pre-historic, menurut penelitian ilmiah, ada sekelompok manusia purba tertua didunia yang diketemukan di Jawa. Tepatnya di Sangiran , Sragen, Jawa Tengah. Keberadaannya sudah ada 1,9 juta tahun yang lalu. Orang purba tersebut disebut Homo Erectus – manusia yang berdiri kemudian dikenal sebagai The Java Man, manusia Jawa. Penemuan selanjutnya menemukan fosil-fosil manusia purba di Wajak, Mojokerto. Sejarah keberadaan manusia di Jawa ternyata sudah berjalan dalam kurun waktu yang panjang.

Keberadaan orang Jawa ditanah Jawa , tentulah mempunyai sejarah dan budayanya yang perlu dicermati terutama oleh anak keturunan orang Jawa dan penduduk yang mendiami tanah Jawa.     


Minggu, 17 Februari 2013

Bag. 2 Penjelasan Tentang Kaweruh Jendro Hayuningrat


Oleh. Pinisepuh "Puri Asih"
         Rahayu! kita ketemu lagi di postingan yang ke dua. Ngomong-omong soal orang jawa dan budayanya, orang Jawa punya pandangan hidup tersendiri jika di bandingkan dengan budaya-budaya suku/bangsa lainya.
      
       Ciri pandangan hidup orang Jawa realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan Numinus antara alam nyata, masyarakat dan alam adikodrati yang di-keramat-kan itu. Alam adalah ungkapan kekuasaan yang menentukan kehidupan (red Jawa: nggelar lan nggulung). Orang Jawa percaya bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya (red Jawa : ginaris), mereka (orang-orang Jawa) hanya menjalankannya saja (red Jawa : saderma titah). Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah satu, atau merupakan kesatuan  hidup. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut atau terkait erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius.


Para leluhur orang Jawa-lah yang mencetuskan gagasan kaweruh Jendro dan merumuskan bahwa kehidupan manusia berada dalam dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa pelaku Jendro adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta, yang mengandung kekuatan-kekuatan supranatural (adikodrati). Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos (red Jawa : mangayu hayuning bawana). Dalam piwulang kaweruh Jendro, yang dimaksud dengan makrokosmos menjadi pusat alam semesta adalah Tuhan.

Alam semesta memiliki hirarki yang ditunjukan dengan adanya jenjang alam kehidupan dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna. 1. Dunia atas/kasampurnan jati. 2. Dunia manusia (alam ndunya). 3. Dunia sukma / alam astral (tak beraga). Alam semesta terdiri dari empat arah utama Timur = wetan (red Jawa : wiwitan) = asal mula, sumber dari segala sesuatu yang bisa kita lihat maupun yang tidak bisa kita lihat, baik datangnya, adanya ataupun perginya kelak. Barat = Kulon = Tujon = tujuan atau cita-cita. Utara = lor = Kutup kareman atau ujung kebahagiaan. Kidul = Kutup angkaran atau dasar kemelekatan/ketamakan. Ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan memberi keseimbangan atas empat penjuru arah. Rahayu!

Rabu, 13 Februari 2013

Bag. 1 Penjelasan Tentang Kaweruh Jendro Hayuningrat

Oleh. Pinisepuh Paguyuban “ Puri Asih”


Rahayu! Orang Jawa dan para pelaku kaweruh Jendro Hayuningrat, sangat meyakini bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan. Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah sumber yang dapat memberikan hidup, keseimbangan dan kestabilan, yang juga menjaga serta melestarikan kehidupan sekaligus penghubung pribadi (indifidu) dengan alam Tuhan itu sendiri. Orang Jawa yang menjadi pelaku kaweruh Jendro sudah sangat memahami, hal yang demikian biasa disebut Manunggaling Kawula Lan Gusti, yaitu sebuah pandangan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan yang Maha Tinggi dan penyatuan dengan yang Akhir, yaitu manusia menyerahkan dirinya selaku kawula terhadap Gustinya.
 

Puncak suatu gunung dalam kebudayaan Jawa, merupakan suatu tempat yang tinggi dan yang paling dekat dengan alam atas atau alam Tuhan, oleh karena  itu pada awalnya dipercayai bahwa roh nenek moyang tinggal di gunung-gunung.


      Namun pemahaman itu telah berubah, setelah sebagian orang Jawa kuno belajar pada orang-orang yang telah menjalankan / ngelmu kaweruh Jendro, lebih-lebih belajar pada guru-guru lantaran yang mencampur pengetahuannya dengan beberapa konsep agama barat, yaitu pandangan mengenai alam kodrati (dunia ini) dan alam adikodrati (alam gaib atau supranatural).

Perlu di fahami bahwa pandangan hidup orang-orang Jawa terutama pelaku Kaweruh Jendro merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup itu sendiri. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan atau penataan  mental yang di aplikasikan menjadi sebuah pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap terhadap hidup itu sendiri. Rahayu!!

Senin, 04 Februari 2013

Kejayaan Nusantara merupakan wujud hubungan dengan Leluhur





oleh : Budi Siswanto 

Rahayu...! 
      Kematian bukanlah the ending atau “riwayat” yang telah tamat. Kematian merupakan proses manusia lahir kembali ke dimensi lain yang lebih tinggi derajatnya ketimbang hidup di dimensi bumi. Bila seseorang selama hidupnya berkelakuan baik, berarti orang tersebut sedang menyiapkan  “kehidupan sejati” yang penuh kemuliaan, sebaliknya kalau orang tersebut mengumbar hawa nafsu, menebar kejahatan dan menghacurkan kelestarian liangkungan maka orang tersebut akan mengalami “kehidupan sejati” yang penuh kesengsaraan. 

       Jasad sebagai kulit pembungkus sudah tak terpakai lagi dalam kehidupan yang sejati. Yang hidup adalah esensinya berupa badan halus esensi cahaya yang menyelimuti sukma. Bagi orang Jawa yang sudah kejawan (kejawen) khususnya, hubungan dengan leluhur atau orang-orang yang telah menurunkannya selalu dijaga agar jangan terputus sampai kapanpun. Bahkan masih bisa terjadi interaksi antara leluhur dengan anak-cucu keturunanya. Interaksi tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang-orang yang terbiasa mengolah rahsa sejati. Dalam tradisi Jawa dipahami bahwa di satu sisi leluhur dapat njangkung dan ndampingi (membimbing dan mengarahkan) anak-cucu keturunanya agar memperoleh kemuliaan hidup. Di sisi lain, anak-cucu keturunanya melakukan berbagai cara untuk mewujudkan rasa berbakti sebagai wujud balas budinya kepada orang-orang yang telah menyebabkan kelahirannya di muka bumi. Sadar atau tidak warisan para leluhur kita & leluhur nusantara berupa tanah perdikan (kemerdekaan), ilmu, ketentraman, kebahagiaan bahkan harta benda masih bisa kita rasakan hingga kini. 



Disinilah peran Puri Asih dan semua komunitasnya memelihara budaya Jawa dan etnis lainya, guna bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan para leluhur-nya, agar mendapatkan bimbingan langsung melalui rahsa sejati untuk mencapai hidup dalam kemuliaan sejati. Rahayu!