Sejarah
 Kerajaan masa Hindu Budha di daerah Jawa Timur dapat dibagi menjadi 3 
periode. Periode Pertama adalah raja-raja dan Kerajaan Kediri yang 
memermtah sejak abad ke 10 M hingga tahun 1222 M. Periode Kedua 
dilanjutkan oleh pemerintahan raja-raja dan masa Singosari yang 
memerintah dan tahun 1222 M hingga tahun 1293 M. Periode Ketiga adalah 
masa pemerintahan raja-raja Majapahit yang berlangsung dan tahun 1293 M 
hmgga awal abad ke 6 M.
Pendiri kerajaan Majapahit adalah Raden 
Wijaya. Ia merupakan raja pertama Majapahit dengan gelar Kertarajasa 
Jayawardhana. Pada awalnya, pusat pemerintahan kerajaan Majapahit berada
 di daerah Hutan Tarik. Karena di wilayah tersebut banyak ditemui pohon 
maja yang buahnya terasa pahit, maka kerajaan Raden Wijaya kemudian 
dinamakan Majapahit. Raden Wijaya memerintah dan tahun 1293 M hingga 
1309 M.
Tampuk pemerintahan kemudian digantikan oleh Kaligemet 
yang merupakan putra Raden Wijaya dengan Parameswari. Pada saat itu, 
usia Kaligemet masih relatif muda. Ia kemudian bergelar Jayanegara. Pada
 masa pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan. Pada akhirnya pada 
tahun 1328 M Jayanegara terbunuh oleh tabib pribadinya yang bemama 
Tanca. Roda kekuasaan kemudian diambil alih oleh Raja Patni kemudian 
mengundurkan diri sebagai raja dan menjadi pendeta Budha. Tampuk 
pemerintahan kernudian diserahkan ke anaknya yang bernama Tribhuana 
Wijayatunggadewi. Dalam menjalankan pemerintahannya, ia dibantu oleh 
patih Gajah Mada.
Majapahit kemudian tumbuh menjadi negara yang 
besar dan termashyur baik di Kepulauan Nusantara maupun luar negeri. 
Pada tahui 1350 M, Tribuana Tunggadewi kemudian mengundurkan diri. 
Tampuk kekuasaan kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bemama Hayam 
Wuruk. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit kemudian mencapai 
masa keemasan hingga patih Gajah Mada meninggal pada tahun 1365 M. 
Terlebih ketika Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, negara Majapahit 
mengalami kegoncangan akibat konflik saudara yang saling berebut 
kekuasaan.
Pengganti Hayam Wuruk adalah putrinya yang bernama 
Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana. Sementara itu, 
Wirabhumi yaitu putra Hayam Wuruk dan selir menuntut juga tahta 
kerajaan. Untuk mengatasi konflik tersebut, Majapahit kemudian dibagi 
menjadi dua bagian, yaitu wilayah timur dikuasai oleh Wirabhumi dan 
wilayah Barat diperintah oleh Wikramawardhana bersama Kusumawardhani. 
Namun ketegangan di antara keduanya masih berlanjut hingga kemudian 
terjadi perang saudara yang disebut dengan “Paragreg” yang berlangsung 
dan tahun 1403 hingga 1406 M. Perang tersebut dimenangkan oleh 
Wikramawardhana yang kemudian menyatukan kembali wilayah Majapahit. Ia 
kemudian memerintah hingga tahun 1429M.
Wikramawardhana kemudian 
diganti oleh putrinya yang bernama Suhita yang memerintah dari tahun 
1429 hingga 1447M. Suhita adalah anak kedua Wikramawardhana dan selir. 
Selir tersebut merupakan putri Wirabhumi. Diharapkan dengan diangkatnya 
Suhita menjadi raja akan meredakan persengketaan.
Ketika Suhita 
wafat, tampuk kekuasaan kemudian digantikan oleh Kertawijaya yang 
merupakan putra Wikramawardhana. Pemerintahannya berlangsung singkat 
hingga tahun 1451 M. Sepeninggalnya Kertawijaya, Bhre Pamotan kemudian 
menjadi raja dengan gelar Sri Raja Sawardhana dan berkedudukan di 
Kahuripan. Masa pemerintahannya sangat singkat hingga tahun 1453 M. 
Kemudian selama tiga tahun Majapahit mengalami “Interregnum” yang 
mengakibatkan lemahnya pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Pada
 tahun 1456 M, Bhre Wengker kemudian tampil memegang pemerintahan. Ia 
adalah putra Raja Kertawijaya. Pada tahun 1466, ia meninggal dan 
kemudian digantikan oleh Bhre Pandan Salas yang bergelar 
Singhawikramawardhana. Namun pada tahun 1468, Kertabumi menyatakan 
dirinya sebagai penguasa Majahit yang memerintah di Tumapel, sedangkan 
Singhawikramawardhana digantikan oleh putranya yang bemama Rana Wijaya 
yang memerintah dari tahun 1447 hingga 1519 M. Pada tahun 1478 M ia 
mengadakan serangan terhadap Kertabumi dan berhasil mempersatukan 
kembali kerajaan Majapahit yang terpecah-pecah karena perang saudara. 
Rana Wijaya bergelar Grindrawardana.
Kondisi kerajaan Majapahit 
yang telah rapuh dari dalam dan disertai munculnya perkembangan baru 
pengaruh Islam di daerah pesisir utara Jawa, pada akhirnya menyebabkan 
kekuasaan Majapahit tidak dapat dipertahankan lagi.
Perekonomian Masa MajapahitTidak
 diragukan lagi bahwa salah satu faktor yang mendorong kebesaran 
Majapahit adalah tumbuhnya perekonomian yang berbasis pada sektor 
pertanian yang produktif. Kondisi geografis daerah Trowulan yang 
terletak di pedalaman tidak hanya memiliki kesesuaian sebagai sebuah 
perkotaan, tetapi juga mengindikasikan sebagai sebuah perkotaan agraris.
 Untuk. mendukung pertanian, dibangun pula beberapa infrastruktur untuk 
mengelola air di kawasan ini.
Berdasarkan bukti-bukti sejarah dan 
arkeologis dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan ekonomi Majapahit 
didorong oleh kegiatan dan terbentuknya jejaring perniagaan baik lokal 
maupun regional. Dalam Ying-yai Sheng-lan disebut beberapa kota 
pelabuhan yang berada di bawah kekuasaan Majapahit yaitu Tuban, Gresik, 
dan Surabaya. Pelabuhan tersebut telah dikunjungi pedagang asing dari 
Arab Persia, Turki, India, dan Cina. Pedagang Majapahit tidak hanya 
terbatas melakukan perdagangan di wilayahnya. Mereka juga pergi ke 
pulau-pulau lain seperti : Banda, Ternate, Ambon, Banjarmasin, Malaka, 
hingga ke kepulauan Philippina. Beberapa daerah tersebut tercatat dalam 
Kitab Negarakertagama dan termasuk kategori negeri yang menyerahkan 
upeti dalam sistem pertukaran Tributari. Pedagang Majapahit membawa 
beras dan hasil bumi yang dipertukarkan dengan barang lain seperti 
keramik, tekstil, dan rempah rempah. 
Bukti clan kegiatan 
perekonomian Majapahit tersebut dapat diamati dengan ditemukannya 
beberapa tinggalan arkeologis yang berasal dari luar seperti keramik 
porselin Cina, yang sebagian besar berasal dari dinasti Song. Selain 
itu, ditemukan juga keramik Vietnam dan Keramik Thailand. Sepertinya, 
barang-barang tersebut termasuk yang digemari orang Majapahit.
Selain
 pertukaran barang (sistem Tributari), mata uang juga telah digunakan 
dalam transaksi jual beli. Jenis mata uang ini antara lain uang lokal 
seperti uang gobog, dan uang Ma dari perak atau emas. Kepeng Cina dari 
dinasti Tang, Song, Ming dan Qing juga berlaku di Majapahit. Dalam 
transaksi jual beli, alat satuan ukur seperti timbangan dan terakota 
dari batu juga telah dikenal.
Religi dan Kesusastraan
Kehidupan religius pada masa Majapahit telah memberikan andil yang besar dalam perkembangan peradaban manusia Majapahit. Semuanya itu terekam dan tersurat dalam karya-karya sastra yang sangat indah dan bermutu di antaranya seperti Kakawin Negarakertagama, Arjunawiwaha, Sutasoma, Lubdhaka, Writasanaya, dan Kunjarakama.
Kehidupan religius pada masa Majapahit telah memberikan andil yang besar dalam perkembangan peradaban manusia Majapahit. Semuanya itu terekam dan tersurat dalam karya-karya sastra yang sangat indah dan bermutu di antaranya seperti Kakawin Negarakertagama, Arjunawiwaha, Sutasoma, Lubdhaka, Writasanaya, dan Kunjarakama.
Dalam Negarakertagama, 
Prapanca menuliskan bahwa terdapat 3 pejabat pemerintahan yang mengurusi
 agama yaitu Dharmadhyaksa Kasewan untuk agama Siwa, Dharmadhyaksa 
Kasogatan untuk agama Budha, dan Menteni Herhaji untuk aliran Karsyan. 
Pejabat-pejabat ini dibantu oleh Dharma-Upapati yang mengurusi 
sekte-sekte seperti Sivasiddhanta, dan Bhairawapaksa.
Kehidupan 
religius Majapahit mencapai tahap perkembangan yang belum pernah terjadi
 pada masa-masa sebelumnya, yaitu adanya penyatuan antara agama 
Siwa-Budha. Pertemuan lintas agama tersebut terjadi pada tataran 
kebenaran tertinggi, tetapi dalam praktek ritual ibadah keduanya tetap 
terpisah. Paham raja sebagai titisan dewa yang dianut kerajaan 
dimanifestasikan dalam pembuatan arca perwujudan dari raja-raja yang 
telah wafat yang didharmakan dalam sebuah percandian.
Di Kerajaan 
Majapahit juga berkembang agama Karesian yang dikembangkan dalam sekolah
 yang dipimpin para pendeta (rsi). Dasar ajarannya adalah sekte 
Sivasiddhanta, di mana meditasi dipandang sebagai cara untuk mencapai 
realitas yang absolut. Ajarannya berkembang dalam masyarakat dan 
bercampur dengan kepercayaan tradisioital yang asli. Ritusnya diwujudkan
 sebagai perjalanan menuju tingkat-tingkat kesempurnaan hidup.
Mereka
 mengisolasi diri di gunung-gunung dan tempat sunyi sebagai rangkaian 
pengajaran. Meditasi dilakukan di berbagai pertapaan antara lain Gunung 
Penanggungan, gunung Arjuna dan Sukuh. Kehadiran Islam mewarnai ragam 
agama yang berkembang di Majapahit. Tidak kurang dari 30 nisan ditemukan
 di komplek kuburan Troloyo dan sekitarnya. Sebagian besar nisan memuat 
tanggal antara rentang waktu 1356-1475 M. Dengan demikian, kita dapat 
mengartikan bahwa agama Islam telah ada ketika Majapahit berada di 
puncak kejayaan pada masa Hayam Wuruk. Majapahit telah menunjukkan 
sebagai negara yang terbuka, multikultur, dan masyarakat hidup dengan 
berbagai aliran keagamaan secara berdampingan.
Teknologi dan Kesenian Masa Majapahit
Keagungan karya arsitektur masa Majapahit yang dapat disaksikan kini tidak lain merupakan cerminan dan kemampuan mewujudkan simbol dan spirit religius dewa-raja melalui perpaduan keunggulan teknologi rancang bangun dan kesenin. Sosoknya hadir dalam percandian yang dipersembahkan sebagai pendharmaan bagi raja, titisan Sang Dewa, yang mangkat.
Keagungan karya arsitektur masa Majapahit yang dapat disaksikan kini tidak lain merupakan cerminan dan kemampuan mewujudkan simbol dan spirit religius dewa-raja melalui perpaduan keunggulan teknologi rancang bangun dan kesenin. Sosoknya hadir dalam percandian yang dipersembahkan sebagai pendharmaan bagi raja, titisan Sang Dewa, yang mangkat.
Kitab 
Negarakertagama menyebutkan 27 buah percandian, tetapi hanya beberapa 
diantaranya yang masih dapat kita kenali saat ini seperti Candi 
Singosari, Candi Kidal, Candi Jago, Candi Jawi, Candi Simping dan 
Bhayalango. Ciri yang menyertai percandian Majapahit adalah kaki candi 
yang tinggi bertingkat dengan tubuh candi dibalut bingkai melingkar, dan
 atap candi yang tinggi menyita pandangan. Kita juga mengenal arsitektur
 Majapahit dan bangunan Profan (bukan bersifat religius) seperti gapura,
 pertirtaan dan kolam.
Potret arsitektur perkotaan Majapahit 
selintas tergambar dan sebuah kesaksian musafir Cina Ma Huan, si penulis
 Kitab Ying-Yai Sheng-Lan. Majapahit atau Man-Che-Po-i digambarkan 
sebagai tempat tinggal raja yang dikelilingi tembok bata. Keraton tampak
 seperti rumah bertingkat dan atapnya terbuat dari kayu tipis yang 
disusun seperti ubin keramik (sirap). Lantainya terbuat dari papan yang 
ditutupi anyaman tikar pandan atau rotan. Rumah penduduk biasa umumnya 
beratap jerami. Mereka memiliki peti dari batu yang dipakai untuk 
menyimpan harta milik.
Berdasarkan berbagai sumber seperti relief 
candi di Jawa Timur dan miniatur rumah terakota, maka dapat diperkirakan
 bentuk arsitektur bangunan tinggal pada masa Majapahit. Pada masa awal 
diperkirakan konstruksi bangunan terbuat dari kayu yang berdiri di atas 
batur.
Di dalam rumah tersebut belum terdapat pembatas ruangan 
secara permanen Penutup atapnya genteng. Bangunan seperti ini mungkin 
digunakan sebagai pendopo atau bale, tempat istirahat, dan tidur. Pada 
masa akhir Majapahit, rumah tinggal sudah memiliki pembatas.
Berdasarkan
 berbagai sumber tertulis didapatkan pula gambaran mengenai tata ruang 
perkotaan Majapahit. Kota Majapahit berorientasi ke utara. Semua bagian 
penting berada di utara termasuk keraton. Pemukiman rakyat berada di 
sebelah selatan. Pola kota terbagi menjadi 9 zona yang dibatasi oleh 
jalan-jalan yang berpotongan. Tempat tinggal raja terletak di tengah, 
sedangkan bangunan suci berada di sebelah barat daya kota.
Namun 
demikian, hanya dengan pengujian arkeologis kita dapat memastikan apakah
 pola seperti mi yang digunakan pada masa Majapahit. Di Situs Trowulan 
ditemukan pula jenis-jenis barang yang terbuat dan lempung bakar atau 
terakota dalam jumlah yang sangat melimpah. Dapat disimpulkan bahwa 
ketika itu terakota sangat berperan dalam kehidupan penduduk kota. 
Terakota Majapahit dan Situs Trowulan amat kaya ragamnya, di antaranya 
seperti unsur bangunan (bata, genteng, jobong sumur, pipa saluran), 
wadah (periuk, pasu, kendi, tempayan, boneka, vas bunga), ritus religi 
(sesaji, meterai), dan alat kebutuhan praktis lainnya seperti timbangan,
 dan lampu (clupak). Sebagian besar terakota ini diduga merupakan buatan
 setempat karena ditemukan alat produksinya yang berupa pelandas. Selain
 terakota, di Situs Trowulan banyak ditemukan juga berbagai benda yang 
terbuat dari bahan logam dan batu seperti genta, guci amerta dan arca, 
yang telah memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
Peraturan Pada Masa Majapahit
Untuk mengatur ehidupan rakyatnya, kerajaan Majapahit telah memiliki sejumlah peraturan yang terkumpul dalam kitab perundangundangan. Kitab tersebut berisi baik tentang hukum idana maupun hukum perdata. Peraturan tersebut berlaku bagi setiap orang. Hal ini dapat dilihat dari pasal 6 Kitab Agama yang berbunyi “Hamba raja mesti ia mentri sekalipun jika menjalankan dusta, corah dan tatayi akan dikenakan pidana pati”. Selain itu, menurut kitab perundang-undangan Majapahit pasal 259 dan 261 berbunyi” barang siapa menelantarkan sawah dan ternaknya akan dikenakan denda atau diperlakukan sebagai pencuri dan dikenakan pidana mati”. Latar belakang peraturan ini kemungkinan disebabkan karena Hayam Wuruk sadar bahwa penggarapan sawah dan pemeliharaan ternak yang baik dapat mempengaruhi perekonomian rakyat dan negara.
Untuk mengatur ehidupan rakyatnya, kerajaan Majapahit telah memiliki sejumlah peraturan yang terkumpul dalam kitab perundangundangan. Kitab tersebut berisi baik tentang hukum idana maupun hukum perdata. Peraturan tersebut berlaku bagi setiap orang. Hal ini dapat dilihat dari pasal 6 Kitab Agama yang berbunyi “Hamba raja mesti ia mentri sekalipun jika menjalankan dusta, corah dan tatayi akan dikenakan pidana pati”. Selain itu, menurut kitab perundang-undangan Majapahit pasal 259 dan 261 berbunyi” barang siapa menelantarkan sawah dan ternaknya akan dikenakan denda atau diperlakukan sebagai pencuri dan dikenakan pidana mati”. Latar belakang peraturan ini kemungkinan disebabkan karena Hayam Wuruk sadar bahwa penggarapan sawah dan pemeliharaan ternak yang baik dapat mempengaruhi perekonomian rakyat dan negara.
Struktur Pemerintahan
Sebagai kerajaan yang besar, Majapahit mempunyai aparat pemerintahan yang lengkap. Raja mempunyai banyak pembantu sebagai pelaksana. Hierarkhi pemerintahan kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut:
Sebagai kerajaan yang besar, Majapahit mempunyai aparat pemerintahan yang lengkap. Raja mempunyai banyak pembantu sebagai pelaksana. Hierarkhi pemerintahan kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut:
1. Raja; merupakan pemegang pucuk pimpinan kerajaan.
2. Tuwaraja/Kumararaja; jabatan yang diduduki oleh putra/putri raja.
3. Rakyan Mahamantri Katrini; dewan yang bertugas melaksanakan politik negara.
4. Rakyan Mahamantri ri Pakirankiran; dewan ini juga melaksanakan politik negara.
5. Dharmadyaksa; merupakan kepala bidang agama.
6. Dharmopapati; merupakan dewan yang juga mengurusi keagamaan.
2. Tuwaraja/Kumararaja; jabatan yang diduduki oleh putra/putri raja.
3. Rakyan Mahamantri Katrini; dewan yang bertugas melaksanakan politik negara.
4. Rakyan Mahamantri ri Pakirankiran; dewan ini juga melaksanakan politik negara.
5. Dharmadyaksa; merupakan kepala bidang agama.
6. Dharmopapati; merupakan dewan yang juga mengurusi keagamaan.

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar