oleh : Budi Siswanto
Rahayu...!
Kematian bukanlah the ending atau “riwayat” yang telah tamat. Kematian merupakan proses manusia lahir kembali ke dimensi lain yang lebih tinggi derajatnya ketimbang hidup di dimensi bumi. Bila seseorang selama hidupnya berkelakuan baik, berarti orang tersebut sedang menyiapkan “kehidupan sejati” yang penuh kemuliaan, sebaliknya kalau orang tersebut mengumbar hawa nafsu, menebar kejahatan dan menghacurkan kelestarian liangkungan maka orang tersebut akan mengalami “kehidupan sejati” yang penuh kesengsaraan.
Jasad sebagai kulit pembungkus sudah tak terpakai lagi dalam kehidupan yang sejati. Yang hidup adalah esensinya berupa badan halus esensi cahaya yang menyelimuti sukma. Bagi orang Jawa yang sudah kejawan (kejawen) khususnya, hubungan dengan leluhur atau orang-orang yang telah menurunkannya selalu dijaga agar jangan terputus sampai kapanpun. Bahkan masih bisa terjadi interaksi antara leluhur dengan anak-cucu keturunanya. Interaksi tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang-orang yang terbiasa mengolah rahsa sejati. Dalam tradisi Jawa dipahami bahwa di satu sisi leluhur dapat njangkung dan ndampingi (membimbing dan mengarahkan) anak-cucu keturunanya agar memperoleh kemuliaan hidup. Di sisi lain, anak-cucu keturunanya melakukan berbagai cara untuk mewujudkan rasa berbakti sebagai wujud balas budinya kepada orang-orang yang telah menyebabkan kelahirannya di muka bumi. Sadar atau tidak warisan para leluhur kita & leluhur nusantara berupa tanah perdikan (kemerdekaan), ilmu, ketentraman, kebahagiaan bahkan harta benda masih bisa kita rasakan hingga kini.
Kematian bukanlah the ending atau “riwayat” yang telah tamat. Kematian merupakan proses manusia lahir kembali ke dimensi lain yang lebih tinggi derajatnya ketimbang hidup di dimensi bumi. Bila seseorang selama hidupnya berkelakuan baik, berarti orang tersebut sedang menyiapkan “kehidupan sejati” yang penuh kemuliaan, sebaliknya kalau orang tersebut mengumbar hawa nafsu, menebar kejahatan dan menghacurkan kelestarian liangkungan maka orang tersebut akan mengalami “kehidupan sejati” yang penuh kesengsaraan.
Jasad sebagai kulit pembungkus sudah tak terpakai lagi dalam kehidupan yang sejati. Yang hidup adalah esensinya berupa badan halus esensi cahaya yang menyelimuti sukma. Bagi orang Jawa yang sudah kejawan (kejawen) khususnya, hubungan dengan leluhur atau orang-orang yang telah menurunkannya selalu dijaga agar jangan terputus sampai kapanpun. Bahkan masih bisa terjadi interaksi antara leluhur dengan anak-cucu keturunanya. Interaksi tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang-orang yang terbiasa mengolah rahsa sejati. Dalam tradisi Jawa dipahami bahwa di satu sisi leluhur dapat njangkung dan ndampingi (membimbing dan mengarahkan) anak-cucu keturunanya agar memperoleh kemuliaan hidup. Di sisi lain, anak-cucu keturunanya melakukan berbagai cara untuk mewujudkan rasa berbakti sebagai wujud balas budinya kepada orang-orang yang telah menyebabkan kelahirannya di muka bumi. Sadar atau tidak warisan para leluhur kita & leluhur nusantara berupa tanah perdikan (kemerdekaan), ilmu, ketentraman, kebahagiaan bahkan harta benda masih bisa kita rasakan hingga kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar