"Siapapun bisa marah. Marah itu mudah. Tetapi,
marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat,
demi tujuan yang benar, dan dengan cara yg baik, bukanlah hal mudah." -- Aristoteles, The Nicomachean
Ethics.
Seorang siswa Kaweruh Jendra yang memiliki
kecerdasan emosi bisa memahami orang lain dengan baik dan membuat keputusan
dengan bijak. Lebih dari itu, kecerdasan ini terkait erat dengan bagaimana
seseorang dapat mengaplikasikan apa yang ia pelajari tentang kebahagiaan,
mencintai dan berinteraksi dengan sesamanya. Ia pun tahu tujuan hidupnya, dan
akan bertanggung jawab dalam segala hal yang terjadi dalam hidupnya sebagai
bukti tingginya kecerdasan emosi yang dimilikinya. Kecerdasan emosi lebih
terfokus pada pencapaian kesuksesan hidup yang *tidak tampak*.
Kesuksesan bisa tercapai ketika seorang siswa Kaweruh Jendra bisa membuat
kesepakatan dengan melibatkan emosi, perasaan dan interaksi dengan sesamanya.
Terbukti, pencapaian kesuksesan secara materi tidak
menjamin kepuasan hati seseorang. Di tahun 1990, Kecerdasan Emosi (yang juga
dikenal dengan sebutan "EQ"), dikenalkan melalui pasar dunia.
Dinyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengatasi dan menggunakan emosi
secara tepat dalam setiap bentuk iteraksi lebih dibutuhkan daripada kecerdasan
otak (IQ) seseorang. Sekarang, mari kita lihat, bagaimana emosi bisa mengubah
segala keterbatasan menjadi hal yang luar biasa.
Seorang miliuner kaya di Amerika Serikat, Donald Trump, adalah contoh bagus dalam hal ini. Di tahun 1980 hingga 1990, Trump dikenal sebagai pengusaha real estate yang cukup sukses, dengan kekayaan pribadi yang diperkirakan sebesar satu miliar US dollar. Dua buku berhasil ditulis pada puncak karirnya, yaitu "The Art of The Deal dan Surviving at the Top". Namun jalan yang dilalui Trump tidak selalu mulus......teman-teman Jendro apa masih ingat?, resesi dan depresi yang melanda dunia di akhir tahun 1990? Pada saat itu harga saham properti pun ikut anjlok dengan drastis. Hingga dalam waktu semalam, kehidupan Trump menjadi sangat berkebalikan. Trump yang sangat tergantung pada bisnis propertinya ini harus menanggung hutang sebesar 900 juta US Dollar! Bahkan Bank Dunia sudah memprediksi kebangkrutannya. Beberapa temannya yang mengalami nasib serupa berpikir bahwa inilah akhir kehidupan mereka, hingga ada yang benar-benar mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. ( bersambung )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar