Desa
Guyangan, Nogotirto, Sleman, Jogjakarta
Untuk
merayakan 1 Suro sambil ngalap berkah, banyak peziarah yang datang kedesa
Guyangan, Nogotirto, Sleman untuk mandi dan minum air sumur buatan Ki Demang
Cokrodikromo tahun 1877. Mereka percaya dengan ritual ini, mereka selalu sehat,
selamat dan terhindar dari masalah kehidupan yang tidak baik.
Tempat-tempat
yang tidak pernah sepi
Banyak
tempat yang tidak pernah sepi pengunjung pada malam 1 Suro, seperti : Pertemuan sungai Oya dan Opak, pertemuan sungai Kontheng dan Winongo, pertemuan
sungai Gajah Wong dan Opak dan lain-lain didaerah Jogjakarta. Di Surakarta
banyak peziarah mandi di sungai Ranji. Sungai dikota Semarang juga banyak
dikunjungi peziarah.
Makam-makam
dan petilasan-petilasan yang ramai dikunjungi a.l : Kembang
Lampir, Kota Gede, Imogiri, Giring, Wotgaleh, Makam nDoro Purbo, Lawang
Tunggal, Suralaya, Gunung Lanang, Syekh Bela- Belu, Syekh Maulana Magribi, Selo
Ening, Barat Ketiga, Panembahan Bodho dan lain-lain tempat di Jogjakarta. Di
Surakarta banyak orang berkunjung ke Pengging, Petilasan Karaton Pajang, Bayat,
Laweyan, Langenharjo, Kyai Balak dll. Mata air yang menarik untuk dipakai
mandi suci antara lain : Kasihan, Brajan, Seliran, Kemuning, Pengging, Tingkir, Jumprit dan lain-lain. Beberapa
gua yang diminati pengunjung adalah : Gua Langse, Cermin, Bribin, Rancang
dll.
Di pantai selatan, ribuan orang memadati tempat-tempat favorit di Parangkusumo, Parangtritis, Parangendog, Pandansimo. Di Ngrenehan diadakan sesaji laut atau Pisungsung Jaladri. Upacara ritual juga diadakan di Ngobaran dan Kukup. Juga banyak orang melewatkan malam 1 Suro di Baron, Samas dan Krakal.
Dipesisir pantai utara laut Jawa juga banyak diadakan upacara-upacara ritual seperti di pantai Jepara. Tempat-tempat lain di Jawa Tengah yang banyak dikunjungi peziarah a.l. : Pantai Cilacap, Gunung Srandil, bukit di Randudongkal, Kadilangu, Demak , Krendhowahono dll.
Sedangkan beberapa tempat di Jawa Timur yang ramai pada 1 Suro adalah : Alas Ketonggo, Petilasan Prabu Jayabaya di Mamenang , Kediri, Danau Ngebel dekat Ponorogo, Madiun, Gunung Kawi, Malang, Petilasan Kraton Majapahit di Trowulan, Surabaya dll.
Di Jakarta, Ibukota Indonesia ,banyak warganya yang merayakan 1 Suro secara tradisi yaitu misalnya dengan kumpul-kumpul sambil “lek-lekan”- tidak tidur semalaman atau dengan menyaksikan atau mendengarkan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
Hari Sakral di bulan Suro
Selain tanggal 1 Suro yang sakral, hari Selasa Kliwon juga dinyatakan sakral. Pada malam Selasa Kliwon dibulan Suro banyak peziarah berada ditempat-tempat yang dianggap sakral dan punya daya gaib yang kuat.
Di pantai selatan, ribuan orang memadati tempat-tempat favorit di Parangkusumo, Parangtritis, Parangendog, Pandansimo. Di Ngrenehan diadakan sesaji laut atau Pisungsung Jaladri. Upacara ritual juga diadakan di Ngobaran dan Kukup. Juga banyak orang melewatkan malam 1 Suro di Baron, Samas dan Krakal.
Dipesisir pantai utara laut Jawa juga banyak diadakan upacara-upacara ritual seperti di pantai Jepara. Tempat-tempat lain di Jawa Tengah yang banyak dikunjungi peziarah a.l. : Pantai Cilacap, Gunung Srandil, bukit di Randudongkal, Kadilangu, Demak , Krendhowahono dll.
Sedangkan beberapa tempat di Jawa Timur yang ramai pada 1 Suro adalah : Alas Ketonggo, Petilasan Prabu Jayabaya di Mamenang , Kediri, Danau Ngebel dekat Ponorogo, Madiun, Gunung Kawi, Malang, Petilasan Kraton Majapahit di Trowulan, Surabaya dll.
Di Jakarta, Ibukota Indonesia ,banyak warganya yang merayakan 1 Suro secara tradisi yaitu misalnya dengan kumpul-kumpul sambil “lek-lekan”- tidak tidur semalaman atau dengan menyaksikan atau mendengarkan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
Hari Sakral di bulan Suro
Selain tanggal 1 Suro yang sakral, hari Selasa Kliwon juga dinyatakan sakral. Pada malam Selasa Kliwon dibulan Suro banyak peziarah berada ditempat-tempat yang dianggap sakral dan punya daya gaib yang kuat.
Kalau
pada bulan Suro tidak ada hari Selasa Kliwon, sebagai gantinya adalah hari
Jum’at Legi atau Kliwon.
Pada
bulan Suro banyak orang yang mengadakan upacara ruwatan untuk keselamatan dan
buang sial seperti Ruwatan Murwakala.
Lebih banyak Tirakatan
Pada dasarnya, orang tradisional Jawa senang kepada kebatinan, senang melakukan tirakat seperti “ngurang-ngurangi”- membatasi akan hal-hal yang bersifat kebutuhan atau kesenangan duniawi, supaya mendapatkan ketenangan hidup dan pencerahan spiritual.
Sebelum bersembahyang akan membersihkan raga dan jiwa dengan jalan mandi suci dan berpuasa sekuatnya dan selama itu berusaha supaya berpikiran baik, menghindari perkataan dan perbuatan kotor. Biasanya juga dibarengi dengan mengurangi tidur dengan jalan : tidur hanya sekali sehari yaitu sesudah jam 12.00 malam dan bangun sebelum matahari terbit. Konsumsi makanannya secukupnya saja dengan lebih banyak sayur dan buah, sedikit nasi; daging dihindari atau sedikit saja.Minum air putih.
Melakukan pekerjaan atau mencari nafkah yang rajin dan dengan jalan yang baik, senang menolong sesama, menjaga kebersihan diri, rumah, lingkungan dan turut melestarikan alam. Dalam kehidupan sehari-hari selalu menjaga keseimbangan keperluan duniawi dan spiritual.
Selama bulan Suro, laku tirakat akan lebih kencang artinya lebih banyak melakukan tirakat. Ini bulan suci, waktu yang sangat baik untuk membersihkan diri lahir batin dan mendekatkan diri kepada Gusti ,Sang Pencipta.
Oleh karena itu, pada bulan Suro orang Jawa tradisional tidak melakukan pertemuan atau pesta yang bersifat keduniawian, tidak melakukan upacara perkawinan, membuat rumah baru dsb.
Bulan Suro dipandang bulan yang baik untuk menobatkan Ratu atau Raja. Bulan Suro juga waktu yang baik untuk mengadakan jamasan- pencucian pusaka seperti keris, tombak, gamelan dsb. Di beberapa desa , upacara Bersih Desa atau Ruwat Bumi diadakan pada bulan Suro.
Lebih banyak Tirakatan
Pada dasarnya, orang tradisional Jawa senang kepada kebatinan, senang melakukan tirakat seperti “ngurang-ngurangi”- membatasi akan hal-hal yang bersifat kebutuhan atau kesenangan duniawi, supaya mendapatkan ketenangan hidup dan pencerahan spiritual.
Sebelum bersembahyang akan membersihkan raga dan jiwa dengan jalan mandi suci dan berpuasa sekuatnya dan selama itu berusaha supaya berpikiran baik, menghindari perkataan dan perbuatan kotor. Biasanya juga dibarengi dengan mengurangi tidur dengan jalan : tidur hanya sekali sehari yaitu sesudah jam 12.00 malam dan bangun sebelum matahari terbit. Konsumsi makanannya secukupnya saja dengan lebih banyak sayur dan buah, sedikit nasi; daging dihindari atau sedikit saja.Minum air putih.
Melakukan pekerjaan atau mencari nafkah yang rajin dan dengan jalan yang baik, senang menolong sesama, menjaga kebersihan diri, rumah, lingkungan dan turut melestarikan alam. Dalam kehidupan sehari-hari selalu menjaga keseimbangan keperluan duniawi dan spiritual.
Selama bulan Suro, laku tirakat akan lebih kencang artinya lebih banyak melakukan tirakat. Ini bulan suci, waktu yang sangat baik untuk membersihkan diri lahir batin dan mendekatkan diri kepada Gusti ,Sang Pencipta.
Oleh karena itu, pada bulan Suro orang Jawa tradisional tidak melakukan pertemuan atau pesta yang bersifat keduniawian, tidak melakukan upacara perkawinan, membuat rumah baru dsb.
Bulan Suro dipandang bulan yang baik untuk menobatkan Ratu atau Raja. Bulan Suro juga waktu yang baik untuk mengadakan jamasan- pencucian pusaka seperti keris, tombak, gamelan dsb. Di beberapa desa , upacara Bersih Desa atau Ruwat Bumi diadakan pada bulan Suro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar