Pesan
dari Sri Pakoeboewono XII
Sehubungan
dengan kirab 1 Suro, Sri Susuhunan Pakoeboewono XII almarhum pernah bersabda
bahwa Kirab Pusaka 1 Suro di Surakarta diadakan dengan harapan untuk membantu
rakyat supaya hidup selamat, damai, makmur atas perkenan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Selanjutnya
beliau menyatakan : Di Karaton Surakarta, Kirab Pusaka adalah tradisi untuk
memperingati tahun baru 1 Suro. Pusaka-pusaka tersebut dipercaya memiliki daya
supranatural yang akan menyebarkan daya magisnya. Selama kirab, semua keluarga
Karaton yang terkait dengan upacara tersebut wajib untuk memohon kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa supaya Negara beserta segala isinya berada dalam keadaan
selamat. Kirab Pusaka bukanlah pameran senjata, ini adalah manifestasi budaya
tradisional yang dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan.
Perawatan Pusaka
Pusaka-pusaka
karaton disimpan di-nDalem Ageng Prabasuyasa. Kamar pusaka diurusi oleh
beberapa abdidalem wanita yang ditunjuk.
Untuk
persiapan kirab, beberapa pusaka dibawa kesebuah tempat yang namanya Parasdya.
Sinuwun memutuskan beberapa orang bangsawan dan abdidalem untuk mengikuti
kirab sesuai rute yang telah ditentukan.
Setiap
pusaka yang dikirab dilindungi kain beludru dan diangkat dua orang. Selama
kirab yang merupakan upacara sakral, maka semua petugas yang mengikuti kirab
yang lamanya kurang lebih 4 (empat) jam itu dilarang berbicara, merokok, makan,
minum dan selama waktu itu harus berlaku patut dan sopan. Ada beberapa
abdidalem yang bertugas untuk mengawal pusaka-pusaka sambil terus menerus
membakar dupa.
Di Jogjakarta
Karaton Jogjakarta tidak mempunyai
tradisi melakukan kirab pusaka di bulan Suro. Pusaka Karaton dikirabkan diluar
karaton pada saat yang diperlukan dan atas permintaan masyarakat, misalnya
untuk melawan wabah penyakit, banjir, kebakaran marabahaya dll. Pusaka-pusaka karaton
yang pernah dikirabkan a.l. Kanjeng Kyai Tunggul Wulung untuk melawan
wabah penyakit yang waktu itu melanda Jogja.
K.K.
Tunggul Wulung sebuah pusaka berupa bendera hitam
yang bergaris kuning dipinggirnya. Ditengah ada lukisan pedang putih dan lingkaran-lingkaran
merah dan huruf Arab. Kanjeng Kyai Pare Anom sebuah bendera berwarna
hijau dengan tulisan huruf Arab. Kedua pusaka itu dipercaya mempunyai daya magig
putih yang kuat.
Kirab Keliling Benteng Karaton
Kirab Keliling Benteng Karaton
Dimulai
sejak tahun 1950, paguyuban bangsawan Jogjakarta yang bernama Hari Dewado memperingati
1 Suro dengan cara melakukan kirab, berjalan kaki mengelilingi Benteng Karaton
disebelah luar. Kegiatan ini kemudian menjadi tradisi. Sampai kini, setiap
malam 1 Suro , masyarakat secara spontan berjalan keliling Benteng Karaton
sebagai upacara ritual. Lalu oleh para pelaku Jendra walaupun jauh dari
keraton, para pinisepuh pamencar Kaweruh kasepuhan juga menularkan budaya
keliling benteng keraton dengan sebutan mider-jagat yaitu berjalan
mengelilingi batas desa.
Meski
kirab ini tidak ada yang mengorganisir, tetapi warga yang berpartisipasi
melakukan dengan tertib. Selama berjalan keliling benteng tidak bicara, istilah
lokalnya mbisu. Ini merupakan salah satu laku spiritual supaya
mendapatkan ketentraman hidup. Tak ubahnya laku spiritual yang di ajarkan oleh
para pinisepuh kaweruh Jendra, mider-jagat juga dilakukan dengan mbisu.
Para
peserta jalan keliling bukan hanya bangsawan Jogja, tetapi bebas, boleh
dilakukan siapapun. Biasanya kirab keliling benteng berakhir jam 4 ( empat)
pagi.
Kegiatan abdidalem
Kegiatan abdidalem
Karaton
Jogjakarta dan Puro Pakualaman pada setiap malam 1 Suro juga mempunyai upacara
ritual yang dilakukan oleh beberapa abdidalem yang ditugasi. Tetapi kegiatan
itu hanya untuk keperluan Karaton dan Puro dan tidak dipublikasikan.
Tetapi apabila ada orang yang kebetulan tahu dan mendatangi tempat upacara,
mereka tidak akan diusir oleh abdidalem yang bertanggung jawab. Upacara 1 Suro
oleh Karaton pernah dilakukan di Ngobaran, pantai selatan sedangkan Puro melakukan
di Gunung Lanang . Menurut para pelaku spiritualis Kejawen, kedua tempat
tersebut mempunyai daya linuwih - enerji yang bagus dan kuat.
Adalah
hal yang biasa bila dimalam 1 Suro, Sultan Hamangkubuwono IX maupun Sri
Pakualam IX masing-masing mempunyai acara.
Siraman
Pusaka
Karaton
Surakarta, Karaton Jogjakarta, Puro Pakualaman mengadakan siraman pusaka-
pemandian pusaka pada hari Selasa Kliwon setiap bulan Suro. Kalau dibulan Suro
tidak ada hari Selasa Kliwon, maka diadakan pada hari Jum’at Kliwon atau Jum’at
Legi. Puro Mangkunagaran mengadakan upacara siraman pusaka pada pagi hari 1
Suro.
Arti
lain dari Suro adalah berani.
Pusaka-pusaka
Karaton dan Puro adalah pusaka-pusaka sakti yang dulu dipakai sebagai senjata
dalam perang. Dengan men-jamasi-nya /menyucikannya di bulan Suro, pusaka-pusaka
tersebut akan tetap mempunyai sifat berani dan tetap memancarkan enerji yang
baik .
Tradisi memandikan/menyucikan puasa pada bulan Suro telah menjadi tradisi bagi para pemilik pusaka diluar karaton. Setiap bulan Sura, mereka akan memandikan pusakanya. Bila tidak bisa melakukannya sendiri, bisa minta bantuan pihak yang ahli dalam siraman pusaka. Setiap Karaton dan Puro mempunyai abdidalem yang khusus mengurusi pusaka.
Pelaksanaan
Siraman Pusaka
Dipagi
hari Selasa Kliwon, sekitar jam 10.00 siraman dimulai. Raja akan melakukan
sendiri siraman beberapa pusaka karaton yang terpenting.
Karaton
Surakarta pusaka andalannya Kanjeng Kyai Baru ; Karaton Jogjakarta
adalah Kanjeng Kyai Plered. Pusaka-pusaka tersebut diambil sendiri oleh
raja atau oleh seorang Bupati wanita yang ditunjuk dari Bangsal Prabayeksa.
Kemudian pusaka –pusaka dimandikan dengan proses sebagai berikut :
1. Mutihi
– membersihkan
2. Marangi
- mengolesi dengan warangan
3.
Anjamasi - mengoleskan minyak cendana
Sesudah
siraman selesai, pusaka-pusaka dikembalikan ke Bangsal Prabayeksa.
Sesaji
Sebelum pelaksanaan siraman pusaka, seperangkat sesaji disiapkan terlebih dulu, yang terdiri dari a.l. : beberapa bubur berwarna-warni; buah-buahan; ayam jago; daging untuk beberapa pusaka. Selanjutnya pusaka-pusaka diatur di Bangsal Manis. Selama proses siraman berlangsung, ada abdidalem yang membakar kemenyan.
Sebelum pelaksanaan siraman pusaka, seperangkat sesaji disiapkan terlebih dulu, yang terdiri dari a.l. : beberapa bubur berwarna-warni; buah-buahan; ayam jago; daging untuk beberapa pusaka. Selanjutnya pusaka-pusaka diatur di Bangsal Manis. Selama proses siraman berlangsung, ada abdidalem yang membakar kemenyan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar