Karaton
Surakarta dan Puro Mangkunagaran melakukan Kirab Pusaka pada malam 1 Suro.
Puro Mangkunagaran
Puro Mangkunagaran
Kirab
dimulai pada jam 07.00 – tujuh malam pada setiap 1 Suro. (Seperti diketahui
kalender Jawa mengikuti sistim rembulan, oleh karena itu hari dan tanggal baru
dimulai pukul 6.00 sore ).
Pada
pelaksanaan kirab, beberapa pusaka andalan milik Puro Mangkunagaran dibawa
kirab oleh para abdidalem, dikawal oleh beberapa petinggi Puro , anggota trah
dan diikuti banyak pengikut.
Pusaka-pusaka
yang dikirab antara lain Kanjeng Kyai Tambur, Kanjeng Kyai Poh Jenggi
dan pusaka-pusaka lain yang langsung ditunjuk oleh Sri Mangkoenagoro IX.
Rute kirab adalah berjalan kaki mengelilingi tembok Puro sebelah luar. Setelah
selesai kirab, pusaka-pusaka tersebut ditempatkan kembali dengan khidmad
ditempatnya semula.
Pada
tengah malam, Puro Mangkoenagaran mengadakan ritual samadi di nDalem Ageng
didepan Krobongan- tempat terpenting rumah tradisional Jawa. Didepan kamar itu
terdapat dua buah patung kayu Loro Blonyo yang merupakan symbol
kemakmuran. Selama satu jam listrik dikomplek Puro dipadamkan selama ritual
Suran dan samadi yang dipusatkan di nDalem Ageng, yang di ikuti oleh para
petinggi Puro, keluarga/trah dan para abdidalem. Mereka semua duduk bersila
dengan hening dan khusuk melakukan samadi. Selain nDalem Ageng. Pringgitan dan
Pendapa juga dipakai untuk upacara ritual.
Pusaka Mangkunagaran di Wonogiri
Puro Mangkunagaran mempunyai
beberapa pusaka yang ditaruh di desa Nglaroh, Wonogiri. Ini memenuhi janji dari
Sri Mangkoenagoro VII untuk mengingat jasa-jasa rakyat desa Nglaroh dalam
membantu perjuangan Pangeran Sambernyowo yang kemudian menjadi Sri
Mangkoenagoro I.
Pusaka-pusaka
tersebut Kanjeng Kyai Togog, Kanjeng Kyai Baladewa, Kanjeng
Kyai Karawelang ditempatkan didalam sebuah monumen yang bentuknya seperti
candi yang tingginya 7 ( tujuh) meter. Seluruh batu yang digunakan untuk
monumen itu berasal dari Gunung Lawu.
Dipuncak
bangunan tersebut ada sebuah pintu, untuk membukanya harus dilakukan oleh
8 ( delapan) orang penduduk asli Selogiri.
Setiap
tahun pusaka-pusaka tersebut dimandikan di pendapa Selogiri. Sesudah selamatan
pusaka-pusaka tersebut dikutugi – diasapi dengan asap kemenyan,
lalu dikembalikan lagi ditempatnya di monumen.
Pada
saat jamasan- pemandian pusaka, banyak pusaka milik warga setempat yang ikut
pula dijamasi supaya pusaka-pusaka secara fisik bersih, terpelihara dan daya
supranatural pusaka tetap kuat.
Karaton Surakarta
Kirab
Pusaka Karaton Surakarta dimulai tepat tengah malam 1 Suro. Sepanjang jalan
yang dilalui kirab penuh dijejali oleh ribuan pengunjung untuk ngalap berkah.
Rute kirab dimulai dari Karaton menuju Alun-alun Utara, lalu ke Gladag, Pasar
Kliwon, Gading, Nonongan, Alun-alun Utara dan masuk kembali ke Karaton.
Iringan kirab didahului oleh cucuk lampah- barisan terdepan yang unik, yaitu rombongan Kebo Bule – kerbau putih Kyai Slamet yang dipercaya sebagai symbol keselamatan.
Iringan kirab didahului oleh cucuk lampah- barisan terdepan yang unik, yaitu rombongan Kebo Bule – kerbau putih Kyai Slamet yang dipercaya sebagai symbol keselamatan.
Pusaka = pusaka yang dikirabkan a.l. : Kanjeng Kyai Baru, Kanjeng Kyai Kebo Mas, Kanjeng Kyai Brekat, Kanjeng Kyai Batok, Kanjeng Kyai Kertaraharja, Kanjeng Kyai Jompong dan pusaka-pusaka lain yang ditunjuk langsung oleh Sri Pakubuwono XII.
Selama
kirab berlangsung, beberapa abdidalem melakukan meditasi di Paningrat dan
sebagian yang lain berdoa di Masjid Pudyasana. Acara doa dan semadi
berakhir kira-kira jam 3.30 pagi saat rombongan kirab telah masuk kembali di
Karaton.
Jadi
dikota Solo, pada malam 1 Suro, warga menyaksikan dua kirab pusaka yaitu dari
Mangkunagaran dan Kasunanan. Pada malam itu suasana ramai sekali . Seandainya
malam itu hujan, hal itu tidak menghalangi kawula untuk menyaksikan kirab
pusaka. . Beberapa orang dengan khusuk menghormat pusaka yang lewat didepan
mereka dengan sembah. Itu sudah merupakan tradisi yang berjalan sejak lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar