Oleh Pinsepuh "Puri Asih"
Rahayu....!
Di postingan yang ke 3 ini, penulis mengutip penjelasan beberapa buku yang referensinya akan di lampirkan di akhir penulisan. Mikrokosmos : Sikap dan pandangan terhadap dunia nyata adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam menghadapi kehidupan, manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada kekuatan bathin dan jiwa manusia tersebut.
Di postingan yang ke 3 ini, penulis mengutip penjelasan beberapa buku yang referensinya akan di lampirkan di akhir penulisan. Mikrokosmos : Sikap dan pandangan terhadap dunia nyata adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam menghadapi kehidupan, manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada kekuatan bathin dan jiwa manusia tersebut.
Bagi orang Jawa kuno, pusat dunia
itu ada pada pimpinan atau raja dan keraton, Tuhan adalah pusat makrokosmos
sedangkan raja dianggap perwujudan wakil Tuhan di dunia (mikrokosmos), sehingga
dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan dari dua alam. Jadi raja
(red Jawa Endro ) dipandang sebagai
pusat komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari
wakil Tuhan dengan keraton sebagai tempat kediaman raja. Keraton merupakan
pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja karena rajapun dianggap merupakan
sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah kedaulatannya dan
membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan wilayah (red Jawa ; Rahayu Ningrat
; Rahayu = Ketentraman, Ningrat = Dunia ) .
Hal hal diatas merupakan gambaran umum tentang alam
pikiran serta sikap dan pandangan hidup yang dimiliki oleh orang Jawa pada
jaman kerajaan. Alam pikiran ini telah berakar kuat dan menjadi landasan
falsafah dari segala perwujudan yang ada dalam tata kehidupan orang Jawa.
Kejawen
“Tak uwisi gunem iki
Niyatku mung aweh wikan
Kabatinan akeh lire
Lan gawat ka liwat-liwat
Mulo dipun prayitno
Ojo keliru pamilihmu
Lamun mardi kebatinan.”
Tembang ini menggambarkan nasihat
seorang tua (pinisepuh) kepada mereka
yang ingin mempelajari kabatinan cara kejawen. Kiranya perlu dipahami bahwa
tujuan hakiki dari kejawen adalah berusaha mendapatkan ilmu sejati untuk
mencapai hidup sejati dan selalu berhubungan dalam keadaan harmonis antara kawula (manusia) dan Gusti (Pencipta) (jumbuhing kawula Gusti)/ pendekatan kepada Yang Maha Kuasa secara
total.
Keadaan
spiritual ini bisa dicapai oleh setiap orang yang percaya kepada Tuhan, yang
mempunyai moral yang baik, bersih dan jujur. beberapa laku harus dipraktekkan
dengan kesadaran dan ketetapan hati yang mantap. Pencari dan penghayat ilmu
sejati diwajibkan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi semua orang serta
melalui kebersihan hati dan tindakannya. Cipta, rasa, karsa dan karya harus
baik, benar, suci dan ditujukan untuk mamayu
hayuning bawono. Ati suci jumbuhing
Kawulo Gusti: hati suci itu adalah hubungan yang serasi antara Kawulo dan
Gusti. Kejawen merupakan aset dari orang Jawa tradisional yang berusaha memahami dan mencari makna dan
hakekat hidup yang mengandung nilai-nilai luhur dan tinggi. Rahayu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar