Rahayu....!
TINGKAT 2 (Ning; sembah kalbu)
![]() |
Warna Aura dlm tubuh |
1. Tapa ngeli (lapar/puasa); harmonisasi
vertikal dan horisontal. Yakni berserah diri dan menselaraskan dengan kehendak
Tuhan. Lalu mensinergikan jagad kecil (manusia) dengan jagad besar (alam
semesta).
2. Tapa geniara ( makan-makanan yang masak tidak pakai api); tidak terbakar
oleh api (nar) atau nafsu negatif yakni ke-aku-an. Karena ke-aku-an itu tidak
lain hakekat iblis dalam hati.
3. Tapa banyuara (makan-makanan yang masak tanpa air); mampu menyaring
tutur kata orang lain, mampu mendiagnosis suatu masalah, dan tidak mudah
terprovokasi orang lain. Tidak bersikap reaksioner (ora kagetan), tidak
berwatak mudah terheran-heran (ora gumunan).
4. Tapa mendhem ( mengubur diri/ngebleng); tidak
membangga-banggakan kebaikan, jasa dan amalnya sendiri. Terhadap sesama selalu
rendah hati, tidak sombong dan takabur. Sadar bahwa manusia derajatnya sama di
hadapan Tuhan tidak tergantung suku, ras, golongan, ajaran, bangsa maupun
negaranya. Tapa mendhem juga berarti selalu mengubur semua amal kebaikannya
dari ingatannya sendiri. Dengan demikian seseorang tidak suka
membangkit-bangkit jasa baiknya. Kalimat pepatah Jawa sbb: tulislah kebaikan
orang lain kepada Anda di atas batu, dan tulislah kebaikan Anda pada orang lain
di atas tanah agar mudah terhapus dari ingatan.
Titik Lemah Seseorang
yang mengalami Pencerahan
pada tataran Kedua
Jangan lekas puas dulu bila
merasa sudah sukses menjalankan tataran ini. Sebab pencapaian tataran kedua ini
semakin banyak ranjau dan lobang kelemahan yang kapan saja siap memakan korban
apabila kita lengah. Penekanan di sini adalah pentingnya sikap eling dan waspadha. Sebab
kelemahan manusia adalah lengah, lalai, terlena, terbuai, merasa lekas puas
diri. Tataran kedua ini melibatkan hati dalam melaksanakan segala kebaikan
dalam perbuatan baik sehari-hari. Yakni hati harus tulus dan ikhlas.
Namun..ketulusan dan keikhlasan ini seringkali masih menjadi jargon, karena
mudah diucapkan oleh siapapun, sementara pelaksanaannya justru keteteran. Dalam
falsafah hidup Kejawen, setiap saat
orang harus selalu belajar ikhlas dan tulus setiap saat sepanjang usia. Belajar ketulusan merupakan mata pelajaran yang tak
pernah usai sepanjang masa. Karena keberhasilan Anda untuk tulus ikhlas dalam
tiap-tiap kasus belum tentu berhasil sama kadarnya. Keikhlasan dipengaruhi oleh
pihak yang terlibat, situasi dan kondisi obyektifnya, atau situasi dan kondisi
subyek mental kita saat itu. Rahayu....!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar