Perayaan 1 Suro
Masyarakat tradisional Jawa dan para pelaku kaweruh Jendra Hayuningrat yang tinggal di Jawa maupun bagian lain Indonesia banyak
yang merayakan 1 Suro, perayaan 1 Suro adalah dipandang sebagai hari sakral. Secara tradisi turun
temurun, kebanyakan orang mengharapkan “ ngalap berkah”
mendapatkan berkah pada hari besar yang suci ini.Pada malam 1 Suro, biasanya
orang melakukan laku prihatin untuk tidak tidur semalam suntuk atau selama 24
jam.
1 Suro adalah Tahun Baru menurut kalender Jawa. Berbeda dengan perayaan Tahun Baru kalender Masehi yang setiap tanggal 1 Januari dirayakan dengan nuansa pesta , orang Jawa tradisional lebih menghayati nuansa spiritualnya.
1 Suro adalah Tahun Baru menurut kalender Jawa. Berbeda dengan perayaan Tahun Baru kalender Masehi yang setiap tanggal 1 Januari dirayakan dengan nuansa pesta , orang Jawa tradisional lebih menghayati nuansa spiritualnya.
Pemahamannya
adalah : Tanggal satu pada tahun baru Jawa diperingati sebagai saat dimulainya
adanya kehidupan baru. Umat manusia dari lubuk hati terdalam manembah,
menghormati kepada Yang Satu itu, Yang Tunggal, Yang Esa, yang mula-mula
menciptakan seluruh alam raya ini dengan semua isinya, termasuk manusia, yaitu
Gusti, Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu peringatan 1 Suro selalu berjalan
dengan khusuk, orang membersihkan diri lahir batin, melakukan introspeksi,
mengucap syukur kepada Gusti,Yang Membuat Hidup dan Menghidupi, yang telah
memberi kesempatan kepada kita semua untuk lahir, hidup dan berkiprah didunia
ini.
Menyadari
atas kesempatan teramat mulia yang diberikan oleh Sang Pencipta, maka sudah
selayaknya manusia selaku titah menjalankan kehidupan didunia yang waktunya
terbatas ini, dengan berbuat yang terbaik, tidak hanya untuk dirinya sendiri
dan keluarga terdekatnya, tetapi untuk sesama mahluk Tuhan dengan antara lain
melestarikan jagad ini, istilah kejawennya adalah Memayu Hayuning Bawono.
Tidak salah jagad harus dilestarikan, karena kalau jagad rusak, didunia ini
tidak ada kehidupan.
Pemahaman
ini telah sejak jaman kabuyutan di Jawa , dimasa kuno makuno, telah dengan
sadar disadari sepenuhnya oleh para pinisepuh kita. Perayaan
1 Suro bisa dilakukan dibanyak tempat dan dengan berbagai cara. Itu tergantung
dari kemantapan batin yang menjalani dan bisa juga sesuai dengan tradisi
masyarakat setempat.
Beberapa
tempat untuk memperingati 1 Suro
Banyak
orang yang melakukan ziarah ketempat-tempat yang dipercaya mempunyai daya
supranatural yang kuat. Banyak peziarah yang mendaki puncak Gunung Lawu
disebelah timur Solo. Ribuan orang berada di pantai Parangtritis dan Parangkusumo
di Yogyakarta, mereka melakukan “lek-lekan” artinya semalaman
tidak tidur. Gunung Dieng juga dipenuhi banyak pengunjung untuk
melakukan Suran.
Beberapa
mata air, sendang dan sungai dipadati pengunjung untuk mandi sesuci ditengah
malam. Tempat favorit adalah tempuran sungai, tempat bertemunya dua sungai
menjadi satu . Tempuran sungai dipercaya mempunyai daya gaib/ enerji yang lebih
kuat. Selain mandi, banyak yang berendam berlama-lama disungai, hanya kepalanya
yang kelihatan dipermukaan air. Sesudah mandi atau berendam, mengadakan
tirakatan dipinggiran sungai sampai pagi hari.
Makam-makam
dan petilasan orang-orang tua bijak, raja, wali, pertapa yang terkenal, banyak
didatangi peziarah untuk melakukan doa kepada Tuhan dan selanjutnya melakukan
semedi, meditasi atau berzikir seperti yang dilakukan peziarah di petilasan Dlepih.
Banyak
tempat dikota-kota dan berbagai desa mengadakan pagelaran wayang kulit semalam
suntuk untuk mangayu bagyo 1 Suro, memperingati 1 Suro dengan menonton
pertunjukan wayang kulit semalam suntuk, dimana hadirin akan menerima
petunjuk-petunjuk yang berguna untuk kehidupan, meningkatkan moral dan
mendalami ajaran spiritual .Bila didesanya atau didesa tetangga tidak ada
pagelaran wayang kulit, biasanya penduduk desa berkumpul disatu tempat yang
lapang atau dibalai desa untuk mendengarkan siaran wayang kulit dari radio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar