Jumat, 22 Maret 2013

Bag. 4 ( selesai ) Penjelasan Tentang Kaweru Jendro Hayuningrat


 Oleh Pinisepuh "Puri Asih"
Dalam memahami budaya jawa kita diperkenalkan dengan adanya simbol-simbol (simbolisme), yaitu suatu faham yang menggunakan lambang atau simbol untuk membimbing pemikiran manusia kearah pemahaman terhadap suatu hal secara lebih dalam. Manusia mempergunakan simbol sebagai media penghantar komunikasi antar sesama dan segala sesuatu yang dilakukan manusia merupakan perlambang dari tindakan atau bahkan karakter dari manusia itu selanjutnya. Ilmu pengetahuan adalah simbol-simbol dari Tuhan, yang diturunkan kepada manusia, dan oleh manusia simbol-simbol itu ditelaah dibuktikan dan kemudian diubah menjadi simbol-simbol yang lebih mudah difahami agar bisa diterima oleh manusia lain yang memiliki daya tangkap yang berberda-beda.

       Biasanya sebutan orang Jawa adalah orang yang hidup di wilayah sebelah timur sungai Citanduy dan Cilosari (bukan berarti wilayah di sebelah baratnya bukan wilayah pulau Jawa). Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dan suka bergotong-royong dengan semboyannya saiyeg saekoproyo yang berarti sekata satu tujuan.
Kisah suku Jawa diawali dengan kedatangan seorang satriya pinandita yang bernama Aji Saka, sampai kemudian satriya itu menulis sebuah sajak yang kemudian sajak tersebut diakui menjadi huruf jawa dan digunakan sebagai tanda dimulainya penanggalan tarikh Caka ( walau Sebagian orang menganggap ini hanya legenda saja)

       Kejawen adalah faham orang jawa atau aliran kepercayaan yang muncul dari masuknya berbagai macam agama ke jawa. Kejawen mengakui adanya Tuhan / Gusti Allah tetapi juga mengakui mistik yang berkembang dari ajaran tasawuf-nya agama-agama yang ada.
Tindakan tersebut dibagi tiga bagian yaitu :

·         Tindakan simbolis dalam religi.

·         Tindakan simbolis dalam tradisi.

·         Tindakan simbolis dalam seni.


Tindakan simbolis dalam religi, adalah contoh kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa Tuhan adalah zat yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia, karenanya harus di simbolkan agar dapat di akui keberadaannya misalnya dengan menyebut Tuhan dengan Gusti Ingkang Murbheng Dumadi, Gusti Ingkang Maha Kuaos, dan sebagainya.

Tindakan simbolis dalam tradisi dimisalkan dengan adanya tradisi upacara kematian yaitu medo’akan orang yang meninggal pada tiga hari, tujuh hari, empatpuluh hari, seratus hari, satu tahun, dua tahun, tiga tahun, dan seribu harinya setelah seseorang meninggal (tahlillan).

iTindakan simbolis dalam seni dicontohkan dengan berbagai macam warna yang terlukis pada wajah wayang kulit, warna ini menggambarkan karakter dari masing-masing tokoh dalam wayang.

    Perkembangan budaya jawa yang mulai tergilas oleh perkembangan teknologi yang mempengaruhi pola pikir dan tindakan orang jawa dalam kehidupan. Maka orang mulai berfikir bagaimana bisa membuktikan hal gaib secara empiris tersebut dengan menggunakan berbagai macam metode tanpa mengindahkan unsur kesakralan. Bahkan terkadang kepercayaan itu kehilangan unsur kesakralannya karena dijadikan sebagai obyek exploitasi dan penelitian.

     Kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa segala sesuatu adalah simbol dari hakikat kehidupan, seperti syarat sebuah rumah harus memiliki empat buah soko guru (tiang penyangga) yang melambangkan empat unsur alam yaitu tanah, air, api, dan udara, yang ke-empatnya dipercaya akan memperkuat rumah baik secara fisik dan mental penghuni rumah tersebut. Namun dengan adanya teknologi konstruksi yang semakin maju, keberadaan soko guru itu tidak lagi menjadi syarat pembangunan rumah. Dengan analisa tersebut dapat diperkirakan bagaimana nantinya faham simbolisme akan bergeser dari budaya jawa. Tapi bahwa simbolisme tidak akan terpengaruh oleh kehidupan manusia tapi kehidupan manusialah yang tergantung pada simbolisme. Dan sampai kapanpun simbolisme akan terus berkembang mengikuti berputarnya sangkakala. Rahayu!....

Tidak ada komentar: