Jumat, 29 Maret 2013

Perayaan 1 Suro menurut kaweruh Jendra Hayuningrat bag 1


Perayaan 1 Suro
             Masyarakat tradisional Jawa dan para pelaku kaweruh Jendra Hayuningrat yang tinggal di Jawa maupun bagian lain Indonesia banyak yang merayakan 1 Suro, perayaan 1 Suro adalah dipandang sebagai hari sakral. Secara tradisi turun temurun, kebanyakan orang  mengharapkan “ ngalap berkah” mendapatkan berkah pada hari besar yang suci ini.Pada malam 1 Suro, biasanya orang melakukan laku prihatin untuk tidak tidur semalam suntuk atau selama 24 jam.
1 Suro adalah Tahun Baru menurut kalender Jawa. Berbeda dengan perayaan Tahun Baru kalender Masehi yang setiap tanggal 1 Januari dirayakan dengan nuansa pesta , orang Jawa tradisional lebih menghayati nuansa spiritualnya.

Pemahamannya adalah : Tanggal satu pada tahun baru Jawa diperingati sebagai saat dimulainya adanya kehidupan baru. Umat manusia dari lubuk hati terdalam manembah, menghormati kepada Yang Satu itu, Yang Tunggal, Yang Esa, yang mula-mula menciptakan seluruh alam raya ini dengan semua isinya, termasuk manusia, yaitu Gusti, Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu peringatan 1 Suro selalu berjalan dengan khusuk, orang membersihkan diri lahir batin, melakukan introspeksi, mengucap syukur kepada Gusti,Yang Membuat Hidup dan Menghidupi, yang telah memberi kesempatan kepada kita semua untuk lahir, hidup dan berkiprah didunia ini.

Menyadari atas kesempatan teramat mulia yang diberikan oleh Sang Pencipta, maka sudah selayaknya manusia selaku titah menjalankan kehidupan didunia yang waktunya terbatas ini, dengan berbuat yang terbaik, tidak hanya untuk dirinya sendiri dan keluarga terdekatnya, tetapi untuk sesama mahluk Tuhan dengan antara lain melestarikan jagad ini, istilah kejawennya adalah Memayu Hayuning Bawono.  Tidak salah jagad harus dilestarikan, karena kalau jagad rusak, didunia ini tidak ada kehidupan.
Pemahaman ini telah sejak jaman kabuyutan di Jawa , dimasa kuno makuno, telah dengan sadar disadari sepenuhnya oleh para pinisepuh kita. Perayaan 1 Suro bisa dilakukan dibanyak tempat dan dengan berbagai cara. Itu tergantung dari kemantapan batin yang menjalani dan bisa juga sesuai dengan tradisi masyarakat setempat. 


Beberapa tempat  untuk memperingati 1 Suro
Banyak orang yang melakukan ziarah ketempat-tempat yang dipercaya mempunyai daya supranatural yang kuat. Banyak peziarah yang mendaki puncak Gunung Lawu disebelah timur Solo. Ribuan orang berada di pantai Parangtritis dan Parangkusumo di Yogyakarta, mereka melakukan “lek-lekan” artinya semalaman tidak tidur. Gunung Dieng juga dipenuhi banyak pengunjung untuk melakukan Suran.
Beberapa mata air, sendang dan sungai dipadati pengunjung untuk mandi sesuci ditengah malam. Tempat favorit adalah tempuran sungai, tempat bertemunya dua sungai menjadi satu . Tempuran sungai dipercaya mempunyai daya gaib/ enerji yang lebih kuat. Selain mandi, banyak yang berendam berlama-lama disungai, hanya kepalanya yang kelihatan dipermukaan air. Sesudah mandi atau berendam, mengadakan tirakatan dipinggiran sungai sampai pagi hari.
Makam-makam dan petilasan orang-orang tua bijak, raja, wali, pertapa yang terkenal, banyak didatangi peziarah untuk melakukan doa kepada Tuhan dan selanjutnya melakukan semedi, meditasi atau berzikir seperti yang dilakukan peziarah di petilasan Dlepih.
Banyak tempat dikota-kota dan berbagai desa mengadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk untuk mangayu bagyo 1 Suro, memperingati 1 Suro dengan menonton pertunjukan wayang kulit semalam suntuk, dimana hadirin akan menerima petunjuk-petunjuk yang berguna untuk kehidupan, meningkatkan moral dan mendalami ajaran spiritual .Bila didesanya atau didesa tetangga tidak ada pagelaran wayang kulit, biasanya penduduk desa berkumpul disatu tempat yang lapang atau dibalai desa untuk mendengarkan siaran wayang kulit dari radio.

Tidak ada komentar: