Bentangan
lahan Trowulan yang termasuk daerah aluvial fasies gunung api,
merupakan suatu daerah yang mempunyai sumber air tanah yang cukup.
Apalagi di daerah selatan Trowulan merupakan daerah kaki gunung Arjuna,
Welirang dan Anjasmoro. Keletakan dataran ini memungkinkan “melimpahnya”
air tanah dan air permukaan di Trowulan, sekalipun daerah itu mengalami
musim kemarau yang lebih panjang. Pada umumnya sumber air tanah dapat
digali pada kedalaman 3 - 4 m dan kwalitas airnya baik serta mernenuhi
syarat untuk diminum.
Sebagai
sebuah kota yang padat dengan penduduk, tentu untuk memenuhi kehidupan
penduduknya diperlukan air. Air bersih antara lain diperoleh dengan cara
menggali tanah untuk membuat sumur. Agaknya penduduk Majapahit telah
mengenal sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan. Bagian tepian sumur
diberi penguat yang dibuat dari struktur bata dan tembikar (jobong).
Kadang-kadang di sekitar permukaan sumur diberi lantai dan saluran air
yang terbuka dan ada juga yang tertutup.

Sebuah survei sistematis
di Situs Trowulan yang meliput area seluas 9 x 11 km berhasil menemukan
sumur-sumur kuna. Densitas sumur-sumur tersebut sebanding dengan
densitas temuan lain yang merupakan indikator permukiman kuno.
Menariknya, di beberapa tempat terdapat “pemusatan” sumur yang cukup
tinggi, misalnya di sekitar Gapura Wringinlawang sebelah tenggara. Dan
tempat ini sekurang kurangnya ditemukan 25 buah sumur kuna yang dibuat
dan struktur bata dan jobong. Bentuk denahnya ada yang bujursangkar dan
ada pula yang bulat dengan ukuran sisi atau garis tengahnya sekitar 1 -
1,50 m. Sumur jobong juga ditemukan, namun jumlahnya tidak banyak. Garis
tengah jobong berukuran sekitar 1 m.
Di tempat lain konsentrasi
sumur juga ditemukan di sekitar Batok Palung, Sentonorejo, Kedaton,
Pandansili dan tempat-tempat lain di Trowulan. Dengan demikian, wajar
kalau di Trowulan banyak ditemukan sumur karena Trowulan merupakan
sebuah kota yang padat penduduk.
Melihat bahannya, sumur-sumur
kuna di Trowulan dibuat dan dua macam bahan, yaitu bata dan tembikar.
Bahan ini mempengaruhi teknik pembuatan dan teknik pemasangan. Sumur
yang dibuat dan bahan bata denahnya berbentuk bujursangkar atau bulat.
Bentuk satuan batanya ada yang empat persegi panjang dan ada pula yang
berbentuk melingkar. Bentuk bata yang empat persegi panjang biasa
dipakai untuk membuat sumur yang berdenah bujursangkar dengan teknik
pemasangannya berselang-seling tanpa spesi. Bentuk bata yang melingkar
dipakai untuk membuat sumur yang berdenah bulat. Teknik pemasangannya
juga berselang-seling dan tanpa spesi. Pemasangan bata berlangsung
setelah kedalaman tanah yang digali sampai keluar air tanah yang
memenuhi syarat untuk diminum.
Jenis sumur yang lain adalah sumur
jobong. Bahan untuk membuat jobong adalah tanah liat yang adonannya sama
seperti tanah liat untuk membuat tempayan dan wadah yang ukurannya
besar. Masing-masing bagian berbentuk silindris dengan ukuran garis
tengah dan tinggi sekitar 1 meter, dan tebal dindingnya sekitar 10 - 20
cm. Salah satu ujung silinder (jobong) mempunyai ukuran garis tengah
lebih lebar yang berfungsi sebagai pengunci. Setelah tanah digahi sampai
kedalaman air tanah yang layak minum, kemudian masing-masing jobong
diturunkan satu demi satu menumpuk sampai ke permukaan sumur. Bagian
yang garis tengahnya lebih besar terletak di bawah, menutupi bagian yang
garis tengahnya lebih kecil.
Air sumur selain berfungsi untuk
keperluan sehari-hari pada sebuah rumah tangga, berfungsi juga untuk
upacara keagamaan dan pertanian dalam skala yang kecil (misalnya untuk
menyirami tanaman ketika kemarau).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar